bgpaymail

Sabtu, 03 Januari 2009

kematian !!! siap menjemput !!!!!

Anda pernah lihat acara ulang tahun?

Jika ya, tentulah yang berulang tahun pada

saat itu kelihatan gembira. Sebenarnya ini adalah sesuatu yang ironis. Jika

seseorang bergembira pada saat jumlah tahun hidupnya bertambah 1 tahun, maka

seharusnya ia bersedih karena jatah hidupnya telah berkurang 1 tahun.

Begitulah, 1 tahun kita lewati hidup ini, 1 tahun pula jatah hidup kita

berkurang. Dan dengan berkurangnya jatah hidup kita, kematian semakin mendekat.

Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman, yang artinya: "Setiap yang berjiwa akan

merasakan kematian, dan tidak akan disempurnakan balasan kamu melainkan pada

hari kiamat." (QS: Ali Imran: 185).

Kematian itu milik semua orang. Dan kematian itu datangnya tiba-tiba. Malaikat

maut yang bertugas mencabut nyawa itu tidak pernah ber-assalaamu'alaikum atau

meimnta permisi pada orang yang akan ia cabut nyawanya. Kita tidak tahu kapan

ia datang, dan jika ia datang pun kita tak bisa menolaknya. Mungkin sebelum

kita selesai membaca tulisan ini, kita sudah dicabut nyawa kita olehnya.

Padahal jika kita mati, babak baru hidup kita pun dimulai. Waktu hidup, kita

bisa mempersiapkan diri untuk hari kiamat, tapi jika sudah mati, kesempatan itu

musnah sudah.

Ketika 'Amr bin Abdu Qais menjelang wafat, ia menangis dan berkata, "Aku

menangis bukan karena takut mati, bukan pula karena ingin hidup senang di

dunia, melainkan karena telah tiba pada satu batas waktu di mana aku tidak bisa

lagi beribadah di siang hari dan shalat tahajud di malam hari."

Sudah waktunya kita untuk segera beramal, jangan sampai kita menyesal. Al-Hasan

berkata, "Mengherankan. Orang masih sempat tertawa padahal di belakangnya ada

kobaran api (neraka), dan masih sempat-sempatnya bersenang-senang padahal

kematian dari belakangnya "

Dalam kenyataannya ada dua macam akhir hidup, yaitu akhir hidup yang baik atau

husnul-khotimah dan akhir hidup yang buruk atau su'ul-khotimah. Husnul-khotimah

adalah akhir kehidupan seseorang yang beriman kepada Alloh dan percaya pada hari

berbangkitnya manusia dengan bermodalkan taqwa. Jadi iman dan taqwa adalah

faktor utama untuk menuju husnul-khotimah. Dan ketaqwaan yang berujud amal

sholih itu adalah wujud dari keimanan. Contoh husnul-khotimah adalah seseorang

yang mati dalam memperjuangkan kalimat Alloh atau sesorang yang akhir amalannya

dalam taat pada Alloh. Rasululloh shallAllohu 'alaihi wa sallam bersabda, yang

artinya, "Siapa saja yang mengucapkan 'Laa ilaaha illaLlaah' pada akhir

hidupnya untuk mencari ridha Alloh , maka ia akan masuk surga. Siapa saja yang

berpuasa pada akhir hidupnya untuk mencari ridha Alloh , maka dia akan masuk

surga. Dan siapa saja yang bersedekah pada akhir hidupnya untuk mencari ridha

Alloh, maka ia akan masuk surga. " (HR: Ahmad V/391).

Ketika hampir wafat, Amir bin Abdullah menangis dan berkata, "Pada saat kematian

seperti ini seyogyanya orang-orang mau mengambil pelajaran agar dapat beramal

sholih. Ya Alloh, hamba mohon ampunanMu atas segala dosa hamba. Hamba bertaubat

dari segala dosa. Laa ilaaha illaLlaah." Begitulah yang ia ucapkan terus menerus

hingga ia meninggal dunia.

Saat hampir wafat, Alla bin Ziyad menangis dan ia ditanya, "Apa yang membuat

Anda menangis?" Ia menjawab, "Demi Alloh, aku ingin menyambut maut dengan

tauba." Orang-orang berkata, "Lakukanlah, semoga Alloh memberi rahmat kepadamu.

"Dia meminta untuk bersuci dan berpakaian baru, lalu ia menghadap kiblat lalu

memberi isyarat dengan kepalanya dua kali dan menelentangkan badan kemudian

meninggal dunia.

Mush'ab bercerita, "(Ketika sakit) Amir bin Abdullah bin Zubair bin Awwam

mendengar suara adzan lalu dengan langkah yang berat -karena sakit- meminta

untuk dituntun dengan berkata," Peganglah tanganku," Dia masuk masjid bersama

imam lalu ruku' sekali, setelah itu ia meninggal dunia.

Sedangkan su'ul-khotimah ialah apabila sewaktu akan meninggal dunia seseorang

didominasi oleh perasaan was-was yang disebabkan keragu-raguan atau keras

kepala atau ketergantungan terhadap kehidupan dunia yang akibatnya ia harus

masuk ke neraka secara kekal kalau tidak diampuni oleh Alloh subhanahu wa

ta'ala. Sebab-sebab su'ul-khotimah secara ringkas antara lain adalah perasaan

ragu dan sikap keras kepala yang disebabkan oleh perbuatan atau perkara dalam

agama yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi shallAllohui 'alaihi wa sallam,

menunda-nunda taubat, banyak berangan-angan tentang kehidupan duniawi, senang

dan membiasakan maksiat, bersikap munafik, dan bunuh diri.

Ibnu Qayyim menyebutkan dari salah seorang saudagar bahwa seseorang di antara

kerabatnya sebelum meninggal dunia ditalqin untuk mengucapkan kalimat tauhid,

Laa ilaaha illaLlaah. Namun ia justru mengucapkan, "Barang ini murah. Barang

pembelian itu bagus. Yang ini begini, yang itu begitu...." dan begitu

seterusnya hingga ia mati.

Beliau menyebutkan pula bahwa ada seorang lelaki penggemar musik sedang dalam

keadaan kritis lalu ditalqin agar mengucapkan kalimat tauhid, Laa ilaaha

illaLlaah. Tetapi ia justru menyenandungkan lagu, "Naanana...naanana..." hingga

ia mati.

Ibnu Rajab Al-Hambaly mengutip ucapan Abdul Aziz bin Abu Rawwad sebagai berikut,

"Aku pernah melihat seorang lelaki yang dituntun untuk membaca kalimat syahadat

menjelang ajalnya. Namun tragisnya, kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya

adalah kalimat yang justru mengingkari kalimat syahadat, sehingga ia mati dalam

keadaan seperti itu. Ketika kutanyakan siapa dia sebenarnya, ternyata dia

adalah peminum minuman keras" Abdul-Aziz lalu berkata pada para pelayat,

"Takutlah kalian dari berbuat dosa. Sebab dosa-dosa itulah yang mencampakkan

dia seperti itu. "

Ada pula yang tanda-tanda su'ul-khotimahnya tampak setelah si malang mati.

Syaikh Al-Qahthany bercerita, "Pernah aku memandikan mayat. Baru saja kumulai,

mendadak warna kulit si mayat berubah jadi hitam legam, padahal sebelumnya

putih bersih. Dengan rasa takut aku keluar dari tempat memandikan. Lalu aku

bertemu dengan seorang laki-laki. Aku bertanya,"Mayat itu milikmukah ?" Ia

jawab, "Ya," Aku bertanya lagi, "Apa ia ayahmu?" Ia menjawab, "Ya." Aku

bertanya, "Kenapa ayahmu itu sampai begini?" Ia menjawab, "Sewaktu hidupnya ia

tidak sholat." Maka aku katakan kepadanya, " Urusi sendiri ayahmu, dan

mandikanlah ia !"

Ibnu Qayyim berkata, "Abu Abdullah Muhammad bin Zubair Al-Haiany bercerita pada

kami, bahwa suatu hari selepas Ashar ia keluar rumah untuk berjalan-jalan di

taman. Menjelang matahari tergelincir, ia meratakan sebuah kuburan. Tiba-tiba

ia melihat sebuah bola api yang telah menjadi bara dan di tengahnya ada mayat.

Dia usap-usap matanya seraya bertanya pada dirinya, apakah hal ini mimpi atau

kenyataan. Setelah melihat dinding-dinding kota Madinah, ia baru sadar bahwa

hal ini suatu kenyataan.

Dengan rasa takut dan tubuh gemetar, ia pulang. Ketika keluarganya menyuguhi

makanan, ia tidak kuasa memakannya. Setelah cari info ke sana ke mari, akhirnya

diperoleh jawaban bahwa kuburan itu adalah kuburan penguasa yang zalim yang suka

korupsi yang kebetulan mati hari itu."

Kita mohon perlindungan Alloh dari su'ul-khotimah. Kita tidak tahu bagaimana

akhir hidup kita nanti, apakah baik atau buruk. Karena itu hendaknya kita

instropeksi diri terhadap iman dan taqwa kita.

Orang-orang sholih zaman dahulu pun takut akan keburukan akhir hidup mereka.

Sufyan Ats-Tsaury sering menangis sendiri dan berkata, "Aku begitu takut kalau

dalam suratan takdir aku tercatat sebagai orang yang celaka. Atau imanku lepas

ketika akan menghadapi maut."

Ketika ajal hampir menjemputnya, Ibrahim An-Nakha-i menangis seraya berkata, "

Bagaimana aku tidak menangis pada saat aku menanti utusan Tuhanku, apakah

membawa berita bahwa aku ke sorga, ataukah ke neraka ?"

Ketika Abu 'Athi'ah menjelang wafat, ia menangis dan ketakutan. Orang-orang

bertanya, "Mengapa Anda ketakutan?" Dia menjawab, "Bagaimana mungkin aku tidak

takut pada detik-detik seperti ini dan kemudian aku akan dibawa ke mana, aku

tidak tahu. "Begitulah kehidupan orang-orang saleh terdahulu. Walau pun sudah

terkenal kesalehannya, namun tetap saja mereka takut pada su-ul khotimah.

Lalu bagaimana dengan kita? Sudah pantaskah kita untuk tidak merasa takut akan

su'ul-khotimah? Padahal mereka, yang tentu lebih baik agamanya dari kita pun

masih merasa takut akan su'ul-khotimah.

Lalu jika kita ingin mati dengan husnul-khotimah dan tanpa su'ul-khotimah, apa

yang harus dilakukan? Simak hadits ini: Dari Ali bin Abu Thalib radhiyAllohu

'anhu dari Nabi shallAllohu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Setiap diri

yang telah dihembuskan nyawanya, maka Alloh telah menentukan tempatnya di surga

atau di neraka" Lalu ada seorang shahabat yang bertanya, " Ya Rasululloh, kalau

begitu apakah tidak sebaiknya kita pasrah pada apa yang telah ditentukan kepada

kita dan kita tidak usah beramal ?" Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam

bersabda, "Beramallah! Masing-masing akan diberikan kemudahan trehadap apa yang

telah diciptakan untuknya. Adapun yang termasuk orang-orang yang bahagia, maka

Alloh akan memudahkannya melakukan amalan orang-orang yang bahagia. dan adapun

yang termasuk orang-orang yang celaka, maka Alloh akan memudahkannya melakukan

amalan orang-orang yang celaka. "Kemudian beliau membaca firman Alloh: "Adapun

orang-orang yang memberikan (hartanya pada jalan Alloh) dan bertaqwa, dan

membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan

baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya

cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami kan menyiapkan

baginya (jalan) yang sukar [QS: Al-Lail: 5-10]" (HR: Al-Bukhary dan Muslim)

Begitulah jawabannya. Tetap saja kita diperintahkan untuk beramal sholih,

walaupun celaka atau bahagianya kita telah ditentukan sejak kita masih di rahim

ibu. Sebab siapa saja yang bertaqwa dan beriman, Alloh akan memudahkan beginya

jalan menuju bahagia. Dan tentu saja kita juga harus menjauhi amal-amal buruk

agar Alloh menghindarkan kita dari jalan yang celaka.

Tentu saja, beramal sholih dan menjauhi maksiat itu ada cara-cara yang jitu

untuk melakukannya. Siapa yang mengetahui cara-cara tersebut dan menerapkannya

dalam kehidupan tentu ia akan bahagia. Maka sudah sewajarnya kita

berlomba-lomba mencari tahu cara-cara tersebut lewat bertanya, membaca

buku-buku agama, dan tentu saja dari materi-materi di majelis pengajian.

http://hudzaifah89.blogspot.com/2007/10/kematian-siap-menjemput.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar